Sabtu, 07 Februari 2009

Perang Gaza Dalam Pandangan Orang Norwegia




Artikel di bawah ini diambil dari islamonline.net, tepatnya dari 'rubrik' tanya-jawab jarak jauh yang diadakan redaksi dengan mengundang tokoh-tokoh tertentu sebagai narasumber, kemudian mengundang para netter untuk mengajukan pertanyaan sesuai dengan pokok bahasan. Berikut ini pokok bahasannya adalah tentang perang Gaza dalam pandangan masyarakat Norwegia.

Session Details
Guest Name Abed Nakhleh
Profession A Norwegian Anti-War Activist
Subject The War on Gaza in Norwegians' Eyes

Date Tuesday,Jan 13 ,2009
Time Makkah
From... 04:00...To... 15:31
GMT
From... 01:00...To...12:31


Name: Ihsan - Canada, Profession ... (tidak diisi)


Tanya:
Benarkah bahwa sejumlah orang Norwegia meminta panitia pemberian Hadiah Nobel mencabut Hadiah Nobel yang diberikan kepada Shemon Perez sehubungan dengan apa yang sedang terjadi sekarang (13 Jan.) di Gaza? Apakah ini sebuah gerakan resmi atau hanya permohonan dari sebagian orang Norwegia?

Jawab: Ya, saudaraku, itu benar, bukan gagasan resmi (pemerintah), tapi semacam tuntutan umum dari sejumlah anggota panitia Nobel (juga) mengajukan tuntutan itu.

Name: adam - United Kingdom, Profession ...

Tanya: Menurut anda, apa sikap pemerintah Norwegia atas serangan gila-gilaan Israel terhadap Gaza?

Jawab: Pemerintah Norwegia mengutuk serangan-serangan itu, tentu sebagai kebutuhan diplomasi, tapi reaksi sebenarnya adalah mengutuk Israel, karena ini sebenarnya bukan pembantaian pertama yang dilakukan Israel, tapi ini merupakan aklamasi dari semua peristiwa-peristiwa ini sejak tahun 1987 dan apa yang terjadi berikutnya dari Palestina ke Libanon dan Palestina lagi. Jadi, Israel mendapat rekam jejak sangat buruk di sini, di tengah rakyat dan pemerintah Norwegia.

Nama: Ahmed Saeid, Profession...

Tanya: Saya bisa memahami anda sangat aktif di facebook dalam membela hak-hak bangsa Palestina, tapi apakah anda pikir ini merupakan peran positif yang anda mainkan dan apakah itu bisa MEMPENGARUHI GAZA SECARA POSITIF dan bisa menekan bangsa Arab dan non-Arab untuk bergerak maju?

Jawab: Apa pun yang bermanfaat untuk tujuan itu, tentu bagus, betapa pun kecilnya. Ada tugas-tugas yang harus dikerjakan, yang mungkin tampak kecil, tapi anda harus tahu bahwa anda bicara kepada orang-orang yang berbeda di lapisan-lapisan yang berbeda. Di zaman sekarang, orang lebih banyak terhubung dengan internet daripada apa pun. Jadi, menjadi pendukung Gaza (lewat internet) bukanlah satu-satunya cara, tapi setiap dan sesuatu apa pun bisa dilakukan untuk hal itu.

Nama: Moslema - Australia, Profession...

Tanya: Apa yang sudah anda lakukan sebagai Muslim Norwegia untuk mendukung Gaza?

Jawab: Sebenarnya sejak hari pertama, saya telah sibuk sejak dini hari hingga larut malam, berusaha membuat orang peduli apa yang sedang terjadi di Gaza, tidak hanya di Norwegia tapi di kancah intenasional juga. Saya menulis surat kepada organisasi-oranisasi HAM sejak awal, menyuarakan penentangan atas kejahatan-kejahatan Israel. Dan saya termasuk orang pertama yang menyerukan tuntutan kejahatan perang bukan hanya untuk Israel tapi juga untuk Abbas dan Mubarak, dan saya juga terus menyadarkan tentang adanya musuh-musuh internal.

Nama Mansoura - Germany, Profession...

Tanya: Saya hidup di Jerman. Saya tak pernah ikut demo-demo untuk rakyat Gaza, karena menurut saya itu tidak efektif. Bagaimana pendapat anda, dan apakah hal itu bisa berdampak terhadap pemerintah-pemerintah Eropa?

Jawab: Tentu saja ada dampaknya. Mungkin tidak secara serempak pada saat itu juga, tapi itu adalah penolakan atas serangan terhadap Gaza, dan protes bisa menimbulkan perubahan. Meski hal itu tidak mungkin mengubah perpolitikan Eropa, tapi berdemo adalah bagian penting dari perubahan, karena bisa memperlihatan adanya opini publik. Jadi, saya percaya anda harus melakukan itu, selagi anda mempunyai dua kaki untuk berdiri, itulah tindakan terkecil yang bisa anda lakukan.

Nama Supporter - United States, Profession...

Tanya: Apakah anda mengikuti demo-demo di Norwegia, dan apakah yang mendorong orang untuk melakukan demo di Norwegia? Apakah mereka benar-benar merasa bahwa mereka sedang melakukan hal positif?

Jawab: Ya, saya ikut. Dan orang-orang di sini meneriakkan begitu saja (spontan) maksud mereka. Ini tentu saja bisa membantu, dan mempunyai dampak langsung terhadap agenda politik di sini. Itu membantu bukan hanya untuk menekan pemerintah tapi juga perdagangan dalam semua jenis. Itu memperlihatkan kepada pemerintah ke arah mana mereka harus melangkah. Di sini adalah tempat yang relatif paling dekat untuk anda bisa mengalami demokrasi. Jadi, orang merasa bahwa mereka melakukan sesuatu untuk membantu Gaza, dan dokter-dokter Norwegia malah sudah datang ke Gaza lebih dulu dari dokter-dokter Arab. Berkat jasa mereka dunia bisa mendapatkan gambaran langsung keadaan di sana. Norwegia melakukan apa yang bisa dilakukannya, lebih dari yang dilakukan banyak negara Arab dan Muslim. Itu pahit, tapi itulah kenyataan!

Nama Yara Saeed - Croatia (Hrvatska), Profession...

Tanya: Bisakah anda menceritakan tentang gerakan yang dilakukan untuk menuntut pemerintah Israel secara hukum atas kejahatan-kejahatan mereka di Gaza? apakah koalisi ini didirikan oleh para Muslim di Norwegia atau itu semata-mata dilakukan orang-orang Norwegia non-Muslim? Apa tujuan-tujuan dan visi gerakan tersebut?

Jawab: Hal itu, di negeri ini, benar-benar merupakan gerakan organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga sipil. Di sini, apa pun agama anda, tak masalah. Yang jadi pertimbangan hanyalah peristiwa-peristiwa. Menyaksikan keadaan di Gaza sekarang tentu menimbulkan kesan yang tak diragukan lagi bahwa di sana ada panggilan kemanusiaan dan HAM, yang tak usah menyebut konvensi-konvensi Jenewa dan Wina pun, orang tak perlu berpikir dua kali untuk mengetahui kejahatan-kejahatan yang dilakukan di Gaza, dan itu ditolak mentah-mentah di sini, dan tidak bisa diterima oleh mayoritas penduduk Norwegia.
Jadi tuntutan hukum itu terutama dilakukan orang Norwegia bersama sejumlah unsur Muslim di dalamnya. Dan saya percaya meski tak ada Muslim di dalamnya, koalisi itu akan bangkit untuk menghadapi tindakan Israel. Orang-orang di sini sangat peka terhadap kekejian-kekejian yang dilakukan Israel, atau bangsa-bangsa lain. Tapi tentu saja bahwa di sana ada beberapa Muslim yang bergerak cepat bahkan sebelum orang-orang Arab, dan maaf kalau saya katakan bahwa mereka bergerak sebelum Abbas, yang saya sangat percaya bahwa dia layak disekandangkan dengan Israel juga. Tujuan utama pemerintah Norwegia adalah terjadinya gencatan senjata segera, tapi Norwegia tidak memiliki kekuasaan besar (super power) untuk memaksakan hal itu.

Nama Mohamed Makki - Belgium, Profession...
Tanya: Salam Akhi Abed,
Peran apa yang bisa dilakukan Musim di Eropa, khususnya di Norwegia, untuk menekan pemerintah mereka dalam menentang kebijakan-kebijakan Israel? Bisakah anda memberi kami petunjuk-petunjuk praktis berdasar pengalaman anda...?

Jawab: Langsung saja. Di atas segalanya, kita semua sebagai Muslim harus menyadari apa yang kita inginkan dan apa yang benar-benar berdampak. Memboikot barang-barang Amerika dan Israel adalah langkah awal. Demonstrasi juga senjata yang bagus. Semakin banyak orangnya, tentu semakin besar dampaknya. Dan, membangkitkan kepedulian dalam masyarakat anda tentang conflik (perang) itu adalah cara yang baik. Gunakan internet, Facebook, you tube dan lain-lain. Banyak cara untuk mempengaruhi pemerintah. Jadilah bagian dari sistem politik dan partai-partai politik. Ada jutaan cara untuk mempengaruhi posisi pemerintah di Eropa.

Nama Muslims in Norway - Netherlands, Profession...
Tanya: Salam brother,
Kami menghargai gerakan perusahaan transportasi nasional Norwegia yang melakukan penghentian segala jenis kendaraan selama dua menit di Gaza ... Menurut anda, mengapa hanya Norwegia yang berpartisipasi secara resmi dalam mendukung Gaza, sementara negara-negara Eropa lain semua pro Israel?

Jawab: Saudaraku, Norwegia ada di luar Uni Eropa. Karena itu kami mempunyai kebijakan independen. Kami tidak harus mendengar para pemerintah Eropa yang diperbudak (Israel) itu. Rakyat di sini dekat dengan demokrasi sebenarnya, dan pemerintahnya seperti jalan raya, mewakili suasana hati masyarakat.
Masalah negara-negara Eropa lain sangat rumit, khususnya negara-negara Jerman. Saya menyebut mereka sebagai para pemerintah yang dikebiri bila berkenaan dengan Israel. Lihatlah sekeliling anda. Anda akan tahu Sarkozy - saya kira banyak orang tahu siapa dia. Atau negara-negara baru Eropa timur yang bergabung dengan EU, mereka menunjukkan kepatuhan, pertama, kepada AS dan selanjutnya mereka harus berlutut pada Israel sebagai tanda kepatuhan. Dan serupa itu juga terjadi pada banyak negara-negara Arab.

Sebuah gereja antik di Norwegia.
Kebanyakan orang Norwegia beragama Kristen Lutheran,
tapi kebanyakan mereka tidak aktif pergi ke gereja.

Karena Goblok Maka Go-Blog


Beberapa teman saya dan bahkan istri saya sudah punya blog dan web. Kalau berkumpul, mereka selalu ramai bicara tentang blog dan ngeblog, sampai pernah saya katakan kepada mereka bahwa mereka sudah pada goblog semua!
Mereka tertawa karena mengerti bahwa yang saya maksud bukan "goblok" tapi go public melalui blog.
Dan itulah yang belum saya lakukan.
Maka, mulailah saya membacai blog-blog mereka dengan panduan istri saya.
Tiba-tiba, saya tersentak dengan penyerangan Israel ke Gaza, yang sampai hari itu, 16 Januari, jumlah korban mereka sudah di atas seribu orang, militer dan kebanyakan sipil, yang mencakup ibu-ibu dan anak-anak.
Tapi yang tak kalah membuat saya terpana dan bingung adalah sikap para penguasa negara-negara Arab, yang membiarkan saudara sebangsa dan seagama dibantai musuh yang sangat biadab itu.
Kenapa mereka hanya menonton?
Tapi, hal itu juga terjadi pada diri saya.
Kebiadaban Israel hanya bisa jadi tontonan?
Saya merasa dibanting tangan yang tak kelihatan (invisible hand) ke sebuah sudut yang memaksa saya jadi 'penonton yang baik'.
Sungguh menyakitkan.
Tapi apa boleh buat?
Apa yang bisa diperbuat?
Saya akhirnya memejamkan mata dan menulikan telinga, walau hati tidak bisa saya bikin mati.
Pikiran saya akhirnya berkata, "Kita - umat Islam, harus berbuat sesuatu untuk masa depan yang lebih baik. Kita sudah terlalu lama jadi umat yang bodoh.
Meski mungkin kedengaran naif, itulah yang - akhirnya! - mendorong saya membuat dan mengisi blog ini.
Sesuatu yang besar - kebiadaban Yahudi dan kebodohan umat Islam - hanya mendorong saya mengaktifkan sebuah blog?
Wah, saya benar-benar orang goblok yang go-blog!
Astagfirullah!
Ampuuuuun, ya Allah!

Kamis, 05 Februari 2009

Supra Struktur Sebagai Target Awal Pembangunan

PEMERINTAHAN RASULULLAH 4






Dalam pengertian harfiah, supra struktur berarti ‘bangunan atas’. Kebalik-annya adalah infra struktur, yang berarti ‘bangunan bawah’. Dalam pengertian istilahi, infra struktur adalah sarana hidup manusia, dan supra struktur adalah pengguna atau pemakai sarana itu sendiri, yakni manusia. Dalam naskah ini, istilah supra struktur digunakan untuk menyebut organisasi atau tepatnya jama’ah; dan istilah jama’ah di sini akan diuraikan dalam pengertian sekumpulan manusia yang menyatu dan tertata dalam sebuah struktur (= bangunan), tegasnya dalam struktur (= sistem) sosial dan atau politik.
Supra struktur dan infra struktur terikat dalam pola hubungan sebab-akibat. Jama’ah sebagai supra struktur adalah bangunan primer (pokok; utama), yang melahirkan infra struktur sebagai bangunan sekunder (pelengkap).
Al-Qurãn adalah sebuah konsep dasar penataan hidup. Secara teknis konsep itu dimunculkan dalam sebuah ‘bangunan’ (bun-yãn), atau ‘rumah’ (bait) bernama dïnul-islãm. Bangunan atau rumah tersebut bukan bangunan atau rumah dalam pengertian harfiah. Kedua kata tersebut bersifat kiasan. Keduanya mengacu pada pengertian wadah atau tempat, yang di dalamnya ada sejumlah orang yang hidup dalam tatanan rumahtangga. Dalam bahasa yang populer sekarang, bangunan atau rumah tersebut adalah organisasi.
Dalam rangkaian ayat-ayat berikut ini, Allah bahkan begitu kerasnya menegur para mu’min yang tidak mau menyatukan diri dalam organisasi.

سبّح لِله ما فى السماوات وما فى الأرض وهو العزيز الحكيم - ياأيها الذين ءامنوا لِم تقولون ما لا تفعلون - كبُر مقْتا عند الله أن تقولوا ما لاتفعلون - إنّ الله يُحبّ الذين يقاتِلون فى سبيل الله صفّا كأنّهم بُنيان مرصوص

Segala yang ada di jagad raya, begitu juga yang ada di bumi, semua (patuh) beredar menurut (hukum/sunnah) Allah. Itulah pembuktian bahwa dia (Allah) adalah pencipta hukum yang maha tangguh.
Hai kalian yang menyatakan diri beriman! Mengapakah kalian menggembar-gemborkan sesuatu yang tidak kalian laksanakan?
Sungguh besar murka Allah atas kalian yang cenderung banyak bicara tanpa melakukan (apa yang dikatakan).
Sebaliknya, Allah amat menyukai orang-orang yang berperang (berjuang) menegakkan ajarannya dalam satu barisan (formasi) yang bagaikan sebuah bangunan yang kokoh. (Ash-Shaff ayat 1-4).

Rangkaian ayat di atas jelas mengisyaratkan bahwa perjuangan untuk menegakkan ajaran Allah tidak cukup hanya dilakukan dengan ‘bicara’ (berda’wah secara lisan maupun tulisan) saja, tapi harus membentuk sebuah shaff, yang secara harfiah berarti barisan. Tapi dalam ayat di atas (ayat 4), istilah shaff itu digunakan dalam konteks perang; dan ini tentu menyiratkan sebuah pesan bahwa da’wah pada dasarnya tidak berbeda dengan perang. Di dalamnya harus ada strategi dan taktik tertentu, termasuk taktik dalam mengatur formasi barisan prajurit, demi memenang-kan sebuah pertempuran. Hal itu tidak akan terjadi bila sebelumnya tidak dibentuk sebuah organisasi.
Bila supra struktur, yakni organisasi sudah terbentuk, maka barulah bangunan berikutnya —infra struktur (sarana fisik, peralatan)— disediakan pula, sesuai kebutuhan yang mendesak (pragmatis). Dalam kaitan dengan shalat ritual, misalnya, pengadaan bangunan fisik seperti masjid atau mushalla, bukanlah sesuatu yang mendesak. Yang harus diutamakan dalam hal ini adalah pembinaan manusia-manusianya, agar bisa siap shalat sesuai Sunnah Rasul, yakni shalat untuk membentuk dan memperkuat jama’ah.
Sebagai bangunan pokok, pembentukan jama’ah adalah target awal dari ‘proyek’ penegakan Dinul Islam (sistem kehidupan berdasar Islam), sebagai kelanjutan logis kegiatan da’wah yang bersifat memperkenalkan ajaran Allah kepada manusia, dan selanjutnya mengajak manusia-manusia yang mau hidup (beriman) dengan ajaran Allah untuk bergabung dalam jama’ah, bahkan ikut membiayai. Hal itu antara lain terkesan dari ayat-ayat berikut ini:

Al-Baqarah ayat 254-257:
Hai orang-orang yang beriman, segeralah fungsikan segala rejeki yang Kami berikan kepada kalian, sebelum datang giliran masa yang menutup peluang jual-beli (sogok-menyogok), nepotisme, dan bantu-membantu (deking-dekingan). Tegasnya, orang-orang kafir (pada waktu itu) benar-benar merasakan kegelapan (tak bisa mempermainkan hukum).
(Sadarlah bahwa) Allah adalah satu-satunya ilah (tuhan) yang hidup dan terus bekerja (menjalankan hukumnya), tak pernah lengah, tak pernah tertidur. Segala yang ada di jagat raya dan bumi tunduk patuh pada hukumNya. Siapakah yang mampu menolong atas namaNya bila tidak diizinkan olehNya? Dialah yang mengajarkan ilmu yang mereka miliki, begitu juga ilmu yang dimiliki orang-orang sebelum mereka. Mereka tak akan mampu menguasai secuil pun ilmu bila Ia (Allah) tidak mengajarkannya. Wilayah kekuasaanNya mencakup jagat raya dan bumi; dan ia tidak mengalami kesulitan untuk memelihara keduanya, karena Dialah yang maha tinggi dan maha besar (kekuasaanNya).
(Tapi ia) tidak menerapkan pemaksaan untuk menegakkan sistem kehidupan yang diajarkanNya (yakni Dinul-Islam). Benar dan salah sudah demikian tegas (perbedaannya). Maka, siapa yang mengkafiri (ajaran) Thaghut demi mengimani (ajaran) Allah, berarti ia telah berpegang pada pegangan hidup yang mahakuat, yang tak akan pernah terlepas. Tegasnya, Allah (melalui ajaranNya) membentuk suatu tanggapan (= kesadaran) ilmiah yang maha unggul.
Allah (melalui ajaranNya) menjadi pemimpin orang-orang beriman, mengeluarkan mereka dari kegelapan (pandanagn non-ilmiah) menuju terang (pandangan ilmiah). Sebalinya, orang-orang kafir, para pemimpin mereka adalah Thaghut, yang mengeluarkan mereka dari terang menuju gelap. Merekalah para ahli neraka (dunia akhirat). Di sana mereka menjadi para penghuni tetap. (Al-Baqarah: 254-257).

Ar-Rum ayat 30:

Berpegang teguhlah kalian pada ajaran Allah, sehingga menjadi satu jama’ah; jangan malah (sebaliknya) kaliah hidup dalam keadaan terpecah-belah. Tanamkanlah anugerah (ajaran) Allah ke dalam kesadaran kalian. Dahulu kalian (bangsa Arab) hidup saling bermusuhan. Lalu dia (Allah dengan ajaranNya) menjinakkan hati kalian, sehingga dengan anugerahNya itu jadilah kalian manusia-manusia yang bersaudara. Dengan kata lain, pada waktu itu kalian ada di tepi jurang neraka, maka Allah menyelamatkan kalian dari situ. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya, agar kalian menjadikannya sebagai pedoman hidup.

Begitu pentingnya pembinaan jama’ah itu, sampai-sampai Nabi mengatakan dalam sebuah Hadis yang juga bersumber dari Umar bin Khatthab:

إنّ رسول الله ص م قام فينا كقيامى فيكم فقال: أكرموا أصحابى ثمّ الذين يلونهم, ثمّ الذين يلونهم, ثمّ يظهر الكذِب حتّى أنّ الرجل لَيحلِف ولا يُستحلَف ويشهد ولا يُستشهَد. ألا فمن سَرّه أنْ يَسكُن بُحَيحةَ الجنةَ فلْيلْزَم الجماعةَ. فإنّ الشيطان مع الفَرد وهو مِن الإثنين أبعدُ

Rasulullah saw pernah berdiri di antara kami sebagaimana aku berdiri di antara kalian sekarang. Pada waktu itu beliau mengatakan, “Hormatilah para sahabatku, seterusnya (setelah masa mereka berlalu) hormatilah para pelanjut mereka, dan seterusnya para pelanjut dari pelanjut mereka. Selanjutnya (pada suatu masa) akan muncul kebohongan, sehingga seorang lelaki akan bersumpah tanpa diminta, dan menjadi saksi walau tidak diminta. Camkanlah! Siapa yang ingin tinggal di taman sorga, maka tetaplah dalam jama’ah. Sebenarnya syetan itu mengiringi orang yang sendirian, sedangkan orang yang berdua lebih jauh (dari syetan)…

Rabu, 04 Februari 2009

Please Dech, Jangan Ada Perang Doonk!

Bom Israel menghantam Gaza



Banyak orang humanis, berhati mulia dan lembut berseru, “Please dech, jangan ada perang doonk!”
Terutama sehubungan dengan perang babi buta gaya Israel, seruan itu pun menggema lagi di mana-mana. Bukan hanya keluar dari mulut wanita bertubuh gemulai dan berkulit halus – sehingga sering dianggap berhati lemah – seruan itu juga dikumandangkan oleh para jantan macho berbadan gede, atletis, brewokan dan berkumis.
Kata mereka, perang itu bengis, sadis, menghancurkan segala produk budaya sekaligus produsen kebudayaan itu sendiri (manusia). Ironisnya, bila penghancuran itu dilakukan oleh manusia yang lebih berbudaya, kehancurannya menjadi lebih amburadul pula. Pokoknya, semakin tinggi kebudayaan pelaku perang, semakin edan cara berperangnya, dan semakin sulit dipahami untuk apa penghancuran segala-gala itu dilakukan.
Makanya, “Please dech, jangan perang doonk!”
Sayang seribu sayang, seruan itu hanyalah wakil dari sebuah wishful thinking. Sebuah cara berpikir yang berlandas hanya pada wish alias keinginan, alias khayalan. Atau, dalam definisi kamus saku terbitan Oxford, wishful thinking adalah believing that something is true because one wishes it. Mempercayai benarnya suatu hãl (Arab: keadaan) semata-mata karena dia ingin bahwa hãl itu adalah benar.
Dan, kalau kita mau menyimpang sedikit, ketahuilah wahai saudaraku bahwa wishful tinking itu sebenarnya adalah penyakit (jiwa) yang melanda hampir semua orang politik! Kerennya, wishful thinking itu mereka susun menjadi platform (program) partai.
Kembali ke soal seruan “jangan perang dong”. Dengan agak menyesal harus saya katakan bahwa seruan ini lugu tapi dungu. Mengapa?
Anda hanya bisa mewujudkan seruan itu bila anda sudah terbujur di liang kubur! Pada saat itu anda tidak akan melakukan apa-apa walaupun tubuh indah kebanggaan anda diserobot, diacak-acak, diseruput, dilumat-lumat ribuan belatung!
Selagi anda eksis di atas tanah, bila anda ingin juga mewujudkan seruan itu, maka berdiam dirilah anda ketika istri, suami, orangtua, sanak-saudara dan siapa pun orang yang anda cintai diambil dari anda, diperkosa, disiksa, dihinakan, dibunuh …
Berdiam dirilah! Hidangkan reaksi kaku, beku, membatu, bengong melompong, pada saat apa pun yang anda miliki dirampas orang. Jangan marah pada tukang copet, perampok, pemerkosa, koruptor…
Pendeknya, terapkan (secara negatif) pepatah bahwa diam itu emas (silent is golden)!
Pasti (?) tak akan ada perang.
Tapi, sekali lagi, itu hanya khayalan. Itu bukan realitas. Itu bukan kenyataan alam. Itu ahistoris.
Untuk bisa menegakkan “gagasan” itu, anda harus menjadi orang yang tidak punya prinsip. Tidak punya apa pun yang harus dibela dan dipertahankan. “Please dech jadilah orang kayak ‘gitu, kalo bisa!”
Kalau anda beragama, coba periksa kitab suci anda. Sebagai orang Kristen, anda pasti kenal istilan Armagedon. Sebagai orang Hindu, tentu anda tahu Bharata Yudha. Sebagai muslim, anda tidak bisa menghapus kata jihãd dan atau qitãl, misalnya.
Bedanya dengan kitab-kitab lain, Al-Qurãn dan Hadîts menghidangkan kedua kata itu dalam dua kemungkinan makna, harfiah dan kiasan. Dan – lucunya! – kedua makna itu juga ternyata tidak bisa dipisahkan.
Perang harfiah – anda tahu – adalah adu jotos, menggunakan tinju, pisau, pedang, pistol, senapan, meriam, sampai nuklir. Perang kiasan, kadang disebut perang batin, perang urat saraf, perang prinsip, perang suci (holy war), sampai perang peradaban (clash of vivilizations) yang diungkap Mas Huntington, yang – ternyata – mengilhami perang antisipatif (pre-emtive war) Pak Bush terhadap 'teroris'. Maka diseranglah Afganistan dan Irak. Kemudian, yang masih segar, adalah “perang urat malu” yang dirintis sobat Zaidi, wartawan teve Al-Baghdadia, yang melempar si brengsek Bush dengan sepatu.
Anda – baik muslim atau pun bukan – boleh mengatakan bahwa Al-Qurãn (seperti juga Mahabharata, he he) adalah sebuah kitab yang menghalalkan perang. Bahkan, kepada orang yang takut berperang dengan ‘enteng’ Allah mengatakan, “Sebenarnya bukan kamu yang membunuh mereka, tapi Allah. Dengan kata lain, bukan kamu yang meluncurkan panah ketika kamu memanah tapi Allah lah yang meluncurkan panah itu!” (Al-Anfal ayat 17).
Ayat ini mirip dengan nasihat Krisna kepada Arjuna dalam Bhagawad Ghita. Sang lelanang jagat yang resah dan risih, karena harus memerangi sanak-saudara, diyakinkan oleh Krisna bahwa yang diperangi Arjuna bukanlah darah-dagingnya tapi kejahatan mereka.
Itulah arti perang yang sebenarnya, Saudara. Baik harfiah maupun kiasan, perang adalah cara untuk membendung arus kejahatan.
Bila anda tak mau berperang – demi kebenaran, maka arus kejahatan pasti menggulung anda, atau ‘saudara’ anda (seperti yang terjadi di Gaza itu!).
Maka, daripada menjadi korban kejahatan dan atau harus menonton pameran kejahatan, “Please, mendingan perang aja dech!”

Islam Adalah Sebuah Bangunan

PEMERINTAHAN RASULULLAH 3




Sebuah hadis Bukhari mengatakan:

Kata Ibnu ‘Umar, Rasulullah saw pernah mengatakan, “Islam dibangun berdasar lima (asas, yaitu): (1) syahadat berupa pernyataan bahwa satu-satunya Tuhan adalah Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, (2) penegakan shalat, (3) pembayaran zakat, (4) haji, dan (5) shaum Ramadhan.”

Hadis ini adalah potongan dari Hadis Jibril, yang agaknya diucapkan Rasulullah pada kesempatan lain.
Kata yang diberi garis bawah pada teks hadis, buniya, adalah kata kerja pasif. Bentuk aktifnya adalah banã / بنى, yang berarti membangun, membina, membentuk dsb. Kata kerja ini mempunyai beberapa bentuk masdar, antara lain bun-yãn/بنيان dan binã’an/بناء. Makna harfiah dalam bahasa Indonesia adalah bangunan, bentuk, dsb. Kalimat bunniyal-islâmu…menegaskan bahwa Islam adalah sebuah bangunan.
Ada yang mengatakan bahwa kata bun-yãn atau binã’an mengacu pada bentuk atau bangunan fisik (material). Tapi melalui hadis tersebut kita mendapat penegasan bahwa kata-kata tersebut bisa juga digunakan untuk menyebut bangunan yang bukan fisik. Al-Islam, jelas bukan sebuah bangunan fisik.
Al-Qurãn sendiri memuat kata bun-yãn, misalnya, dalam susunan demikian:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

Allah sangat menyukai orang-orang yang berjuang untuk menegakkan ajaranNya dalam suatu barisan, (sehingga) mereka menjelma tak ubahnya sebuah bangunan yang tersusun rapi. (Ash-Shaff: 4).

Bila ayat ini dipahami secara sempit, dalam konteks militer, kata bun-yãn(un) di situ berarti formasi, yaitu bentuk tertentu dari barisan tentara ketika berhadapan dengan musuh. Formasi tentara (khususnya angkatan darat) itu akan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan taktis (siasat) di lapangan. Ini masih mengacu pada bangunan fisik. Tapi, secara luas, ‘perang’ (perjuangan) untuk menegakkan ajaran Allah adalah perang permanen, perang yang kekal, yang medannya mencakup medan internal dan eksternal. Dengan demikian, kata bun-yãn pada ayat di atas bisa dimaknai sebagai bangunan yang abstrak, tepatnya organisasi atau jama’ah; khususnya jama’ah mu’min, yang juga digambarkan oleh Rasulullah sebagai sebuah bun-yãn:

مثل المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدّ بعضه بعضا

Gambaran (sikap) mu’min terhadap mu’min (yang lain) adalah seperti sebuah bangunan; (yaitu) satu bagian menguatkan bagian yang lain (= satu sama lain saling menguatkan).

Lebih lanjut, Al-Qurãn memuat kata yang menggambarkan bangunan dalam bentuk khusus, yaitu بيت /bait (rumah), yang terbagi menjadi dua ‘jenis’, yaitu baitullah/ بيت الله (‘rumah’ Allah) dan baitul-‘ankabût/ بيت العنكتوت (sarang laba-laba).
Tentang baitullah yang terletak di Makkah, diberitakan Allah demikian:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

Sebenarnya rumah pertama yang dibangun (wudhi’a) bagi manusia adalah rumah yang terdapat di Bakkah (Makkah), yang keadaannya mubarak serta menjadi petunjuk bagi manusia. (Ali ‘Imran: 96)

Ditinjau dari satu sisi, ayat ini seperti hanya memberitakan tentang rumah (fisik) yang pertama kali dibangun di bumi, yang bersifat mubãrakan (bertambah; menjadi banyak; berkembang), dan hudan (menjadi petunjuk; sesuatu yang mengilhami). Maksudnya, secara denotatif (harfiah), ayat ini adalah informasi bahwa Ka'bah adalah rumah (bangunan) pertama di dunia, yang dibangun (rasul Allah, atas bimbinganNya) secara sengaja sebagai sebuah prototype (contoh pertama), supaya bisa diperbanyak dan dikembangkan oleh manusia. Dengan demikian, ayat ini juga seperti hendak mengingatkan bahwa untuk urusan bikin rumah saja pun - ternyata! - manusia itu harus diajari oleh Allah.
Kemudian, khususnya pada masa Ibrahim, ‘rumah pertama’ itu ternyata berfungsi sebagai matsãbatan linnãs/مَثَابَةً لِلنَّاسِ seperti terkesan melalui paparan ayat ini:

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Pada masa (Ibrahim) Kami jadikan rumah itu (Ka’bah) sebagai matsãbah bagi manusia, yakni untuk mencari kedamaian. Maka selanjutnya, jadikanlah maqãm Ibrahim itu sebagai mushalla, sebab telah Kami tetapkan perjanjian pada Ibrahim dan Ismail (yang intinya adalah perintah), “Peliharalah oleh kalian berdua kebersihan rumahku ini, agar selalu bisa dimanfaatkan untuk orang-orang berthawaf, i’tikaf, ruku’ dan sujud. (Al-Baqarah: 125).

Dalam berbagai buku digambarkan bahwa Ka’bah secara perlahan tapi pasti menjelma menjadi pusat negara kota (city state) Makkah, dan maqãm Ibrahim menjadi mushalla (tempat shalat), yang selanjutnya – lama setelah Ibrahim dan Isma’il tiada – berubah menjadi tempat pemujaan berhala.
Bila kita cermati kata bait, matsãbah, maqãm, dan mushalla dalam konteks Ibrahim dan Isma’il sebagai para rasul Allah, akan kita dapati bahwa keempat kata tersebut tidak melulu mengacu pada benda. Bait, misalnya, selain berarti rumah, bisa juga berarti ‘rumah tangga’, yang dalam konteks seorang rasul dan risalahnya berarti jama’ah. Matsãbah bisa jadi merupakan tempat orang mencari tsawãb, yakni suatu anugerah (pemberian) yang diberikan Allah kepada manusia melalui rasulnya (wahyu). Demikian juga halnya istilah maqãm, yang dalam konteks kerasulan Ibrahim terlalu dangkal untuk diartikan sebagai tanah atau alas tempat Ibrahim berdiri (ketiga berkhutbah) atau tinggal. Dalam konteks kerasulan Ibrahim, maqãm Ibrahim bisa berarti ‘pendirian’, alias sikap Ibrahim, yang layak diteladani oleh setiap orang yang hendak menjadi hamba Allah. Yaitu sikap hanifan musliman (Ali 'Imran 67). Demikian juga dengan istilah mushalla, yang bisa berarti tempat shalat dalam bentuk bangunan fisik, bisa juga berarti tumpuan harapan.
Dengan demikian, ayat di atas bisa mempunyai pengertian: Pada masa Ibrahim, ‘rumah itu’ (Ka’bah) menjadi sarana manusia berkumpul menuntut ilmu Allah dari Ibrahim, yang selanjutnya mereka dibina oleh Ibrahim menjadi suatu jama’ah, untuk membangun suatu kehidupan yang aman. Karena itulah, kepada para pengikut nabi-nabi berikutnya, termasuk Muhammad, Allah menganjurkan agar meteka “mengulang sejarah” Ibrahim itu, yaitu memelihara ‘rumah itu’ sebagai sarana ibadah ritual, dan terutama sebagai wadah untuk membangun jama’ah yang bersifat internasional (melalui ibadah haji).
Surat Al-'Ankabut ayat 41 secara terang-terangan menghubungkan konsep rumah dengan pemilihan pemimpin atau pelindung (wali, jamaknya auliya):

مثل الّذين اتخذوا من دون الله أولياء كمثل العكبوت إتخذت بيتا
وإنّ أوهن البيوت لبيت العنكبوت لو كانوا يعلمون

Gambaran orang-orang yang memilih berbagai pelindung selain Allah (dengan ajaranNya) adalah seperti laba-laba membuat rumah (sarang). Kalau saja mereka berpikir ilmiah, pastilah mereka tahu bahwa serapuh-rapuhnya rumah adalah rumah laba-laba.

Ketika berbicara tentang kepemimpinan, Rasullah mengambil rumahtangga sebagai perumpamaan:

عن ابن عمر عن النبي ص م قال
ألا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالأمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ و مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَهِيَ وَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Camkanlah, bahwa kalian semua adalah (ibarat) penggembala yang pasti ditanya tentang gembalaannya. Maka begitulah halnya amir yang memimpin orang banyak; (dia adalah) penggembala yang pasti ditanya tentang gembalaannya. Begitu pula seorang suami; (dia adalah) penggembala bagi para anggota keluarganya, yang pasti ditanya tentang mereka. Demikian juga seorang istri; (dia adalah) penggembala atas rumah suaminya, yang pasti ditanya tentang gembalaannya. Sama juga halnya seorang abdi (pelayan dsb); (dia adalah) penggembala atas harta tuannya, yang pasti ditanya tentang itu. (Sekali lagi) camkanlah, bahwa kalian semua adalah penggembala yang pasti ditanya tentang gembalaannya. [Sunan At-Tirmidzi].

Senin, 02 Februari 2009

Pandora Dan Makhluk Sial Bernama Harapan


Lukisan karya Nicolas Regnier (1626) ini berbeda dengan karya
John William Waterhouse (bawah), karena di sini Pandora
digambarkan membawa piala, bukan peti. (Gambar dari Wilkipedia)





"Kotak Pandora" adalah salah satu dongeng filosofis Yunani yang bagus.
Harfiah, "pandora" berarti "segala pemberian". Tapi dalam dongeng ini, Pandora adalah nama untuk wanita pertama di dunia, yang menjadi penyebab timbulnya segala bencana, karena sifatnya yang suka ingin tahu rahasia dan tidak bisa memegang amanat. Siapa tahu mitos tentang wanita sebagai "racun dunia" justru bersumber dari dongeng ini (?).
Pandora dicipatakan dewa Hephaestus atas permintaan dewa Zeus, yang ingin memadamkan api yang dicuri dari dewa-dewa oleh Titan (raksasa) Promotheus, yang sebelumnya diusir para dewa dari alam (kahyangan) mereka.
Konon, kepada wanita yang dibikin cantik dan pandai merayu itu, Zeus berkata, "Tugasmu adalah turun ke bumi, lalu menjadi istri Epimetheus, kakak Promotheus, yang berbuat kebajikan kepada manusia!"
Sebelum Pandora turun, Zeus pun berpesan agar wanita itu membawa sebuah peti, yang tidak boleh dibuka. Tapi - ah, dasar wanita! - Pandora malah penasaran ingin membukanya. Maka, di tengah jalan, ia pun membukanya. Apa yang terjadi?
Dari dalam peti itu berhamburan lah segala macam iblis dan setan, semua jenis bencana dan penyakit.
Dalam kagetnya yang tiada tara, secara reflek Pandora menutup lagi peti itu, sehingga tertahan lah satu makhluk di dalamnya. Siapa? Nama makhluk 'malang' itu adalah "Harapan". Peti yang hanya berisi makhluk itulah yang akhirnya diserahkan Pandora kepada Epimetheus.
Bersama makhluk itulah (Harapan) manusia akhirnya sanggup bertahan hidup, di tengah ancaman keganasan iblis, setan, bencana, dan penyakit.
Dongeng ini, selain 'mendaulat' wanita sebagai makhluk pengkhianat, juga menguatkan kepercayaan tentang pentingnya hidup, tapi tidak memberi alasan mengapa hidup harus dipertahankan, dengan menghadapi segala kesulitan. Ini sebuah dongeng yang jelas tidak ditujukan (hanya) kepada anak-anak.
Barangkali, seperti kata para ahli sastra, dongeng itu sengaja dibuat dengan akhir kisah yang terbuka, supaya ada kesempatan bagi pendengar dan pembaca untuk menafsirkan atau melanjutkan sendiri ceritanya.
Bahwa harapan adalah 'modal awal' untuk menjalani kehidupan, rupanya kita semua sudah sepakat. Namun kesepakatan itu segera buyar bila kita sudah bicara tentang "apa" yang kita harapkan.
Harapan anda (biasanya) tentulah berbeda dengan harapan saya. Karena itu, bisa jadi anda dan saya main cuek-cuekan (saling tak peduli). Atau sebaliknya, kita jadi saling bermusuhan dan adu jotos. Tapi, seandainya kita pun mempunyai harapan yang sama, adu tinju malah bisa menjadi lebih seru. Misalnya kita sama-sama mengharapkan sebuah kursi kekuasaan.
Harapan memang modal awal kehidupan, tapi harapan juga bisa menjadi biang bencana dalam kehidupan. Mengapa?
Harapan, sebagai bahan dasar, kelak bisa menjadi sebuah obsesi, ambisi, dan nafsu, yang ada kalanya mengubah kita jadi makhluk yang tidak segan-segan melanggar segala pagar dan batasan. Lihat saja apa yang sudah dan sedang dilakukan Israel terhadap Hamas dan rakyat Palestina. Mereka mampu melakukan sadisme yang paling sadis demi sebuah harapan, berdirinya negara Israel Raya; yang wilayahnya kelak bukan hanya seluas tanah Palestina tapi juga mencakup sejumlah wilayah di sekelilingnya. (Maka, celakalah para penguasa Arab yang kini hanya menonton kebiadaban Israel, yang tidak sadar bahwa Israel mempunyai rencana jangka panjang yang pasti dilaksanakan).
Jadi, benar lah gambaran dongeng itu, bahwa harapan pun sekotak belaka dengan segala biang penyakit dan bencana. Ah, Pandora! Seandainya kamu tidak membuka peti itu...!
Tapi, sebagai tafsir kehidupan, dongeng itu juga mempunyai kelemahan besar.
Bukan salah Pandora (wanita) yang digambarkan secara sembarangan sebagai makhluk bersifat buruk. Bukan pula salah harapan yang begitu versatile - serba pintar dan trampil - untuk membaur dengan segala kecenderungan manusia.
Kesalahan - tetap lah - terletak pada pemikiran si pendongeng, yang tidak mendefinisikan bahwa harapan sebenarnya merupakan makhluk liar, yang harus diikat dengan ilmu.
Tapi, juga bukan sembarang ilmu yang mampu menjinakkan dan mengendalikan harapan. Kesalahan memilih ilmu, bisa jadi malah membuat harapan tambah ugal-ugalan.
Maka, ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran bahwa setelah Ia menciptakan manusia, diajarkan kepadanya Al-Bayan.
Harfiah, al-bayan berarti penjelasan. Dengan itulah Allah menjelaskan nilai-nilai hidup yang harus ditegakkan, agar selanjutnya bisa disandari dan digantungi harapan.
Sebagai istilah, Al-Bayan adalah nama lain untuk Al-Quran; sebuah wahyu, sebuah kitab, sebuah pedoman hidup, yang sebenarnya mewakili harapan Allah sendiri (surat Al-Azhab ayat 56) yang dipaparkan, diwujudkan, dan ditawarkan kepada manusia melalui sunnah (wujud kehidupan) rasulNya.
Hanya manusia yang mau berpadu harap dengan harapan Allah (Al-Quran) yang bisa mengubah harapan (nafsu, ambisi, obsesi) pribadinya menjadi segala sesuatu yang mengamankan, menyelamatkan, dan membahagiakan sesama. Manusia seperti itulah yang oleh Allah sendiri diberi gelar sebagai khairul-bariyyah, alias makhluk jempolan. (Surat Al-Bayyinah ayat 7).
Manusia-manusia seperti itulah yang layak menjadi pemimpin di segala bidang kehidupan.
Sayangnya, mereka masih tinggal di 'alam harapan'.

Kamis, 29 Januari 2009

Pemerintahan Rasulullah (Sebuah studi permulaan)

PEMERINTAHAN RASULULLAH 2




Pelaksana sekaligus perintis pemerintahan Qurãni adalah Nabi Muhammad. Pelanjutnya adalah empat sahabat beliau (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), yang terkenal dengan sebutan al-khulafã’u-rrasyïdûn, para khalifah (pengganti, pelanjut) yang 'lurus'.
Tentang bagaimana Nabi menyusun struktur kepemimpinan dan menjalankan mesin pemerintahan, Al-Qurãn memberi isyarat-isyarat, kitab-kitab Hadis menghi-dangkan data yang berasal dari fakta tentang ucapan, tindakan, dan toleransi beliau. Buku-buku sejarah memaparkan hal-hal tersebut secara lebih ‘cerewet’, walau harus diakui terlalu sedikit yang menghidangkan hasil pemikiran kritis. Bahkan banyak di antara penulis-penulisnya yang lebih cenderung menyajikan dongeng.
“Muhammad, selain sebagai rasul, tentara, negarawan, beliau juga sebagai administratur yang piawai. Beliau mengepalai wilayah-wilayah persemakmuran Islam selama sepuluh tahun (622-632 M). “Perjuangan Nabi selama waktu yang cukup singkat tersebut dipandang sebagai satu-satunya perjuangan yang paling berhasil sepanjang sejarah dunia.” (Ameer Ali, The Spirit of Islam). Keberhasilan perjuangan Nabi dalam mengorganisir negara dan dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan bagi sebuah imperium Islam tidak dapat dipungkiri. …”
Nabi menempatkan Allah sebagai pemimpin tertinggi, yang memberikan Al-Qurãn sebagai hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara, termasuk diri Nabi sendiri, yang dalam administrasi pemerintahan menjadi pemimpin tertinggi eksekutif. Tentu saja, tidak semua masalah praktis pemerintahan dan kehidupan didiktekan oleh Allah. Nabi, sebagai manusia yang berakal sehat dan mendapat pendidikan langsung dari Allah, tentu bisa menghadapi sendiri masalah-masalah pragmatis tertentu. “Diajarkan kepadaku sekumpulan kalimat (yakni Al-Qurãn), yang di dalamnya berisi ikhtisar hikmah.” (أوتيت جوامعَ الكلام واحتصرت لى الحكمةُ إحتصارا).
Namun, Nabi juga menegaskan bahwa beliau masih memerlukan bantuan orang-orang di sekitarnya (para sahabat), yang sama-sama menerima ajaran Allah sebagai pedoman hidup, seperti tersirat melalui sabdanya, “Aku adalah manusia biasa seperti kalian. Aku (bisa) lupa sebagaimana kalian (bisa) lupa. Maka bila aku lupa (sesuatu), ingatkanlah aku.” (إنّما أنا بشر مثلكم أنسى كما تنسون فإذا نسيت فذكّرونى).
“Telah menjadi kebiasaan bagi Nabi s.a.w. pada sewaktu-waktu, apabila hendak mengerjakan sesuatu perkara yang dirasa penting, sedangkan wahyu dari Tuhan belum diturunkan, maka Nabi s.a.w. mengadakan “permusyawaratan” dengan sahabat-sahabatnya yang terpandang. … yang berpengetahuan dan berpemandangan luas serta berpengaruh besar, … tua ataupun muda… Terutama Abu Bakar dan Umar (muhajirin)… dan Sa’ad bin Mu’adz (Anshar)…”
Infra struktur yang dibangun Nabi setibanya di Yatsrib adalah masjid. Pengertian harfiah dari masjid adalah tempat sujud. Tapi, melalui keteladanan Nabi, kita bisa melihat apa dan bagaimana fungsi masjid sebenarnya. Pertama, tentu saja, masjid adalah tempat para mu’min melakukan shalat ritual, secara berjama’ah, dan Nabi selalu tampil sebagai imam. Begitu pentingnya shalat berjama’ah di masjid itu, sehingga Nabi mengeluarkan perintah untuk membakar rumah seseorang yang tidak mau shalat berjama’ah. Artinya, shalat jama’ah itu berkaitan dengan masalah disiplin.
Di masjid itu pula berlangsung kegiatan belajar mengajar. Para pelajar dan pengajar banyak yang tinggal di masjid (mereka dikenal sebagai ahlu-suffah). Para penduduk sekitar masjid menyediakan makanan untuk mereka, dan Nabi selalu memeriksa mutu makanan yang dihidangkan. Suatu ketika Nabi pun marah besar, karena mendapati daging yang sudah busuk!
Berikut ini adalah kutipan dari Sejarah Islam (Tarikh Pramodern) terjemahan Ghufron A. Mas’adi dari Study of Islamic History, karya Prof. K. Ali, hal. 84-88:

1. Sistem Pemerintahan
Langkah kebijakan yang pertama kali ditempuh Nabi setiba di Madinah adalah membangun mesjid, yang kemudian dikenal sebagai “Mesjid Nabawi”, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan Islam. Selain sebagai tempat ibadah, mesjid tersebut juga berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan sebagai kantor peradilan. Beliau memimpin shalat jama’ah dan menyelenggarakan seluruh kegiatan kenegaraan di dalam mesjid ini. Di dalam mesjid ini Nabi melakukan kegiatan adminsitrasi juga urusan surat menyurat dan pendelegasian misi dakwah ke beberapa penguasa dan suku-suku di sekitar semenanjung Arabia. Perjanjian dan penjamuan para delegasi asing, penetapan surat perintah kepada para gubernur dan pengumpulan pajak diselenggarakan di mesjid ini. Sebagai hakim, Nabi memeriksa dan menyelesaikan perkara di mesjid ini juga. Pendek kata, mesjid ini merupakan skretariat pusat Nabi, di mana pada saat itu belum dikenal perkantoran.

2. Sistem Propinsial
Setelah berhasil membentuk negara kesatuan, Nabi membagi wilayah kekuasaan Islam menjadi beberapa wilayah propinsi berdasarkan latar belakang sejarah dan letak geografis. Di antara propinsi tersebut adalah propinsi Madinah, Mekah, Thayma, Janad, Yaman, Najran, Bahrain, Uman, dan Hadramaut, dengan Madinah sebagai pemerintahan pusat. Administrtasi propinsi Madinah secara langsung berada di bawah kekuasaan Nabi, sedang wilayah propinsi yang lainnya dikuasakan kepada seorang gubrnur yang bergelar “wali”. Wali-wali ini diangkat oleh Nabi dan mempertanggung jawabkan tugasnya secara langsung kepada Nabi. Mereka mempunyai wewenang khusus di wilayahnya masing-masing sebagaimana wewenang yang dimiliki oleh Nabi atas wilayah propinsi Madinah. Mereka masing-masing menjabat sebagai imam shalat, panglima militer, hakim, dan sebagai administrator. Di samping mengangkat wali, Nabi juga mengangkat amil, yakni petugas pengumpul zakat dan sedekah pada tiap-tiap propinsi. Di Madinah, Nabi juga menjabat sebagai hakim atau “qadi”, sedang pada tiap-tiap propinsi diangkat seorang atau beberapa hakim yang bertanggung jawab secara langsung kepada Nabi Muhammad.

3. Sistem Pendapatan Negara
Pada masa pra Islam, masyarakat Arab tidak mengenal otoritas pemerintahan pusat. Mereka juga belum mengenal sistem pendapatan dan pembelanjaan pemerintahan. Nabi Muhammad merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan sistem ini di wilayah Arabia. Beliau mendirikan lembaga kekayaan masyarakat di Madinah. Terdapat lima sumber utama pendapatan negara Islam, yaitu (i) zakat, (ii) jizyah (pajak perorangan), (iii) Kharaj (pajak tanah), (iv) ghanimah (hasil rampasan perang), (v) al-fay’ (hasil tanah negara).
Arti penting zakat telah ditegaskan di dalam al-Quran. Ia merupakan kewajiban bagi setiap muslim atas harta kekayaan yang berupa binatang ternak, buah-buahan dan biji-bijian, atau hasil pertanian, emas dana perak, serta harta perdagangan.
Masing-masing harta obyek zakat ditentukan batas minimal wajib zakat (nishab). Misalnya, emas dan perak di bawah 200 dirham tidak wajib zakat. Besarnya zakat hasil pertanian adalah 10% jika tanah tadah hujan (inilah yang disebut al-‘usyr atau sepersepuluh). Adapun emas, perak dan harta perdagangan zakatnya sebesar 2,5%.
Jizyah adalah pajak yang dipungut dari nonmuslim sebagai biaya pengganti atas jaminan keamanan jiwa dan harta benda mereka. Penguasa Islam wajib mengembalikan jizyah jika tidak berhasil menjamin dan melindungi jiwa dan harta kekayaan nonmuslim. Pada zaman Nabi orang mukmin yang berkewajiban zakat tetap diwajibkan membayar pajak sebesar satu dinar per tahun. Ketentuan semacam ini bukanlah hal yang baru, sebab pada masa sebelum Islam di negeri Persia pajak ini telah berlaku dengan nama "gezit", juga berlaku di negeri Romawi dengan istilah Tributeen Capitis.
Setiap nonmuslim wajib membayar kharaj yakni pajak atas pemilikan tanah. Pajak semacam ini dikenal di masyarakat Persia dan Romawi. Nabi memberlakukan kharaj di negeri-negeri Arabia setelah penbaklukan Khaybar. Nabi menetapkan separuh (1/2) hasil pertanian sebagai kharaj.
Senjata, kuda, dan harta bergerak lainnya dari 1/5 harta rampasan perang merupakan kekayaan negara. Barang-barang tersebut diperoleh pasukan muslim dari lawan perangnya yang melarikan diri dari medan peperangan. 4/5 harta rampasan perang ini dibagikan kepada pasukan muslim yang turut berperang, sedang yang 1/5 sisanya dikumpulkan sebagai kekayaan negara. Sesuai dengan petunjuk al-Quran, seperlima sisa ghanimah tersebut mesti didistribusikan untuk keperluan keluarga Nabi, anak-anak yatim, fakir miskin dan untuk kepentingan umum masyarakat muslim.
Istilah "al-fay" pada umumnya diartikan sebagai tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan oleh pasukan muslim lalu menjadi harta negara. Maka pada masa Nabi, negara mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas sekali yang mana hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum masyarakat.

4. Kemiliteran
Nabi adalah pimpinan tertinggi tentara muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dan ekspedisi militer. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa perang yang besar misalnya, perang Badar, Uhud, Khandaq, perang Hunain, dan dalam penaklukan kota Mekah. Adapun peperangan dan ekspedisi yang lebih kecil pimpinan diserahkan kepada para komandan yang ditunjuk oleh Nabi. Pada saat itu belum dikenal peraturan kemiliteran. Setiap ada keperluan pengerahan kekuatan militer dalam menghadapi menghadapi suatu peperangan atau ekspedisi, maka Nabi mengumpulkan tokoh-tokoh sahabat untuk memusyawarahkan perihal tersebut. Pada masa-masa awal pasukan muslim yang dapat dihimpun Nabi tidak seberapa jumlahnya, tetapi pada akhir masa pemerintahan Nabi terhimpun militer Islam yang sangat besar. Pada perang Badar, militer muslim hanya terdiri 313 pejuang, tetapi pada ekspedisi terakhir masa Nabi, yakni ekspedisi ke Tabuk, armada msulim lebih dari 30 000 pasukan. Mereka adalah para pejuang yang berdisiplin tinggi, selain itu mereka memiliki moralitas yang tinggi pula. Mereka dilarang keras melanggar disiplin perjuangan Islam. Jika melanggarnya, atas mereka hukuman yang sangat berat.

5. Sistem Pendidikan
Sekalipun tidak mengenyam pendidikan, Nabi sangat gigih menganjurkan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan. Beliau selalu mendorong masyarakat muslim giat belajar. Betapa sikap Nabi dalam mendorong kegiatan pendidikan terlihat dalam salah satu sabdanya: "Bahwasanya tinta seorang alim (ilmuwan) lebih suci daripada darah para syahid (pahlawan yang gugur di medan juang)". Setelah hijrah ke Madinah, Nabi mengambil prakarsa mendirikan lembaga pendidikan. Pasukan Quraisy yang tertawan dalam perang Badar dibebaskan dengan syarat mereka masing-masing mengajarkan baca tulis kepada 10 anak-anak muslim. Semenjak saat itu kegiatan baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat Madinah. Selanjutnya Madinah tidak hanya menjadi pusat pemerintahan Islam tetapi sekaligus menjadi pusat pendidikan Islam. Pada saat itu di Madinah terdapat sembilan lembaga pendidikan yang mengambil tempat di mesjid-mesjid. Di tempat inilah Nabi menyampaikan pelajaran dan berdiskusi dengan murid-muridnya. Para wanita belajar bersama dengan laki-laki. Bahkan Nabi memerintahkan agar tuan-tuan mendidik budaknya, lalu hendaknya mereka memerdekakannya. Pada tiap-tiap kota diselenggarakan semcam pendidikan tingkat dasar sebagai media pendidikan anak-anak. Ketika Islam telah tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arabia, Nabi mengatur pengiriman mu'allim atau guru-guru agama untuk ditugaskan mengajarkan al-Quran kepada suku-suku terpencil.